Mulai Tergoda Menulis

Saya tidak ingat tepatnya, kapan saya mulai tertarik pada dunia kepenulisan, namun keinginan menulis sudah mulai muncul sejak duduk bangku kuliah (kira-kira antara 1997-2003). Ya, menulisnya pun hanya untuk koleksi pribadi. Pada saat itu saya ingat betul, saya sudah bermimpi (mungkin juga berkhayal) bahwa suatu saat nanti saya harus memiliki buku karya sendiri sebagai jejak saya pada dunia ini. Minimal satu buku saja, yang penting ada, begitu batin saya waktu itu. Bahkan belum tahu secara pasti manfaat dan pentingnya menulis waktu itu. Dan akhirnya saya belajar menulis.




Mulai Belajar Menulis

Pada fase itu saya mulai belajar menulis dengan sering hunting buku dan rajin membaca buku-buku karya orang lain. Melihat era saat itu, adalah era booming-nya karya-karya Mba Helvi Tiana Rosa bersama Forum Lingkar Pena (FLP), dan juga karya Seno Gumira Ajidarma, Ayu Utami, Djenar Maesa Ayu, Bondan Winarno, KH. Mustofa Bisri, A.A Navis, Putu Wijaya, Pramoedya, Maroeli Simbolon, Jostein Gaarder,  kumpulan cerpen Kompas, kumpulan cerpen Republika dan masih banyak yang lainnya. Boleh dikatakan mereka inilah tempat belajar saya selama ini melalui karya-karya mereka. Tak satupun di antara mereka yang saya kenal secara langsung ataupun pernah bertemu. Tidak ada. Namun secara tidak sadar mereka telah mengajar dan mempengaruhi passion saya dalam menulis. Tentu  saja ranah belajar tulis-menulis saya pada saat itu adalah cerpen.

Mulailah saya menulis  cerpen sedikit demi sedikit.  Tanpa pernah sekolah, kursus, training kepenulisan ataupun bergabung dengan organisasi kepenulisan. Ya, otodidak. Banyak tulisan yang sudah ditulis, dibaca, diedit, dibaca, lalu diedit lagi, berkali-kali. Setiap tulisan yang saya anggap selesai, saya simpan begitu saja karena malu menunjukkan tulisan itu pada orang lain. Selalu saja merasa kurang ini dan itu.

Suatu ketika, secara tidak sengaja saya bertemu dengan seorang pemred tabloid remaja lokal yang juga adalah kawan dari kawan saya. Yang juga sedang mencari cerpen untuk tabloidnya yang kekurangan penulis, tulisan dan juga dana (he..he). Akhirnya saya tunjukkan beberapa cerpen saya padanya. “Kalau ada yang bagus, silahkan pilih”, kataku. Akhirnya semua tulisan itu diambilnya dengan alasan, memilahnya saat dia berada di rumah.

Satu minggu kemudian, saya membaca di tabloid remaja lokal dan saya kaget juga senang melihat karya saya dimuat satu kolom penuh dengan nama saya disitu. Minggu berikutnya pun saya tambah senang karena tulisan saya yang lainnya dimuat lagi di tabloid tersebut. Sampai minggu-minggu berikutnya tulisan saya terus dimuat di tabloid tersebut sampai tulisan yang pernah diambilnya habis. Saya senang, gembira, meskipun tidak dibayar saat itu. Saya sudah bangga tulisan saya sudah dimuat di media tersebut. Seiring berjalannya waktu, kemalasan datang mendera. Saya akhirnya tidak pernah lagi menulis. Lupa karena godaan kegiatan extra seperti mendaki gunung yang menjadi hobi baru saya.


Mulai Tergoda Menulis
(Mukanya serem hehehe)

Mulai Malas Menulis

Sampai akhirnya saya diwisuda sebagai Sarjana Teknik  pada tahun 2003, dan tidak pernah lagi menulis. Sebagai sarjana muda tentu sibuk mencari kerja. Dapat kerjaan dari perusahaan satu, lalu pindah ke perusahaan yang lainnya. Terakhir diberhentikan dari kerja karena target penjualan tidak sampai, lalu berubah profesi menjadi penjual pulsa di pinggir jalan. Belum berjalan setahun, kena gusur pemerintah karena menggunakan lahan publik dan akhirnya gulung tikar.

Lama menjadi pengangguran akhirnya muncul keinginan untuk menulis kembali. Namun setiap ingin memulai selalu bingung ingin mulai dari mana. Akhirnya saya putuskan untuk ke Gramedia untuk mencari buku bacaan dan buku kepenulisan, dengan harapan bisa membangkitkan gairah untuk belajar menulis kembali. Saking semangatnya ingin belajar dan meningkatkan kemampuan menulis saya, hampir semua buku tentang kepenulisan pada masa itu saya beli.  Seperti Mengarang Novel itu Gampang karya Arswendo Atmowiloto, Langkah Mudah Membuat Buku yang Mengguggah karya Hernowo,  Menulis Dengan Emosi; Panduan Empatik Menulis Fiksi  karya Carmel Bird, Berani Berekspresi: Buku Meditasi Untuk Para Penulis karya Susan Shaughnessy, Dari Pada Bete Nulis Aja!; Panduan Nulis Asyik di Mana Saja, Kapan Saja, Jadi Penulis Beken pun Bisa! Karya Caryn Mirriam-Goldberg, Menjadi Genius dengan Menulis karya Mark Levy, Saya Bermimpi Menulis Buku karya Bambang Trim, Resep Cespleng Menulis Buku Best Seller karya Edy Zaques, Aku Bisa Menulis karya Didik Komaidi. Judul buku di atas saya tulis berdasarkan urutan yang lebih dahulu saya beli, bukan atas dasar tingkat kesukaan.



Sampai suatu ketika seorang kawan saya datang ke kosan saya, yang secara tidak sengaja membaca salah satu tulisan saya di PC saat saya pergi mandi. “Cerpen ini bagus, kenapa “dilacikan”? begitu katanya. Saya hanya diam, namun segumpal kepercayaan diri kini bangkit gara-gara ucapan itu tadi. Bagaimana tidak, sorot mata teman saya itu saat mengucapkannya penuh kesungguhan. Kata itulah yang terus memotivasi saya waktu itu.

Akhirnya apa? Kira-kira tahun 2005/2006 belasan cerpen saya itu saya coba-coba kirim ke beberapa media Nasional. Walhasil, kesemua cerpen itu dikembalikan dengan surat penolakan yang halus. Semuanya. Kecewakah saya? Tentu saja. Tapi saya tidak ingin menyerah. Seseorang telah mengatakan bahwa tulisan saya ini bagus, dan saya yakin bahwa masih ada orang-orang yang lain yang sama dengan selera teman saya itu. Dan akhirnya cerpen itu berhasil dimuat di tabloid dan media harian lokal.

Tahun 2007 hijrah ke Jakarta dengan tawaran pekerjaan yang lumayan saat itu. Bidang Riset dan Litbang saat itu, tentu menuntut untuk sering melakukan riset di internet serta mendapat fasilitas internet memadai di tempat kerja. Keseringan browsing –tentu diluar jam kerja-akhirnya mengajarkan saya menuangkan tulisan saya melalui blog. Dan lahirlah banyak blog-blog buatan saya yang kontennya tidak teratur , asalkan bisa menuangkan gagasan segala jenis tulisan saat itu (meski kini semua blog itu sudah saya hapus). Dari sinilah saya kembali belajar menulis dengan membaca tulisan para penulis blog tentang menulis, atau membuat buku. 


Mulai Berhenti Menulis

Namun apa yang terjadi beberapa lama, semangat kembali mengendur!

Namun satu yang tersisa,bahwa hobi membaca saya tidak pernah mengendur. Hanya saja, ranah bacaan saya kali ini tidak lagi hanya berkutat pada buku cerpen, tapi lebih banyak membaca buku-buku ilmiah/populer seperti karya Agus Mustofa, Jalaluddin Rakhmat, Achmad Chodjim, Emha Ainun Najib, Komaruddin Hidayat, M. Quraish Shihab, Andreas Harefa, Bob Sadino, D. Mackenzie Davey, F. Budi Hardiman,  Ilchi Lee, Etnak Eastwaran, Robert T. Kiyosaki, Masaru Emoto, Julia Cameron & Mark Bryan, Karen Amstrong, Annemarie Schimmel dan banyak lagi lainnya. Kesimpulannya buku-buku mereka-lah yang mengisi kekosongan menulis saya (di media) selama 4 tahun di Jakarta. Nah, karena larut dengan membaca sejumlah buku-buku bergizi di atas akhirnya saya sendiri lupa untuk menulis dan akhirnya terbitlah kembali kemalasan.

Selama itu pula saya tidak pernah menulis cerpen lagi untuk media massa, namun hanya menulis di blog sampai akhirnya menulis di PC saja.

Sepanjang fase tahun 2007-2010 selama di Jakarta, saya belum pernah benar-benar kembali menulis secara serius . Hanya sekali-kali saja karena kesibukan kerjaan sabil melanjutkan kuliah S2. Sepertinya itu membuat saya lupa akan cita-cita luhur saya menjadi penulis hehehe.. Pun jika menulis, hanya mampu menulis  makalah, karya ilmiah dan tugas kuliah.

Tahun 2011 saya menyelesaikan studi sebagai Magister Management (Ciyeee). Memutuskan berhenti bekerja dan ingin hidup sebagai entrepreneur dengan menekuni usaha warnet di bilangan Jakarta Barat.

Mulai Tergoda Menulis
(Bersama Prof. Didiek Rachbini)

Berjalan setahun saya  mendapat panggilan oleh Ayah, agar saya kembali ke kampung untuk menikah dengan pilhan orang tua(karena tidak punya pacar hehehe..). Awalnya saya masih mampu menolak dengan alasan kerjaan tapi kali berikutnya, dengan alasan usianya yang sudah renta kalau-kalau tidak sempat melihat anaknya berkeluarga serta adik saya sudah menikah maka dengan terpaksa harus mengalah dan rela meninggalkan segalanya di Jakarta.

   
Akhirnya Menulis Kembali

Meski sudah menikah dan bekerja di perusahaan daerah, tapi masih merasa seperti seorang pengangguran. Tingkat mobilitas saya menjadi berubah 180 derajat jika dibanding saat masih di Jakarta. Dan pergerakan hidup saya seolah-olah menjadi melambat seperti siput. Berada dalam suasana kampung yang sunyi akhirnya memaksa saya untuk mengisinya kembali dengan menulis. Yang aneh, saya merasa lebih mampu menulis opini ketimbang cerpen. Dan tulisan saya pun kembali menghiasi media harian lokal maupun media harian propinsi-propinsi lain.


Akhirnya Menerbitkan Buku

Sampai kemudian terus menulis, mengumpulkan tulisan dan akhirnya menerbitkan sendiri buku “Agama Kopi” sebagai buku pertama saya pada tahun 2013.


(Gramedia Mall Artha Gading)

Melihat buku saya tersusun di rak buku di Gramedia, membuat hati saya senang, gembira, akhirnya impian saya terwujud setelah sepuluh tahun lebih kemudian. So, jangan putus asa mengejarkan impian anda menjadi seorang Penulis.

Penasaran ingin baca buku saya "Agama Kopi"? silahkan download gratis e-booknya di Playstore. Jika ingin baca buku versi cetaknya?, maaf sudah habis di Gramedia. Tapi masih dijual terbatas di Tokopedia.

Semoga bermanfaat!




Postingan terkait:

Belum ada tanggapan untuk "Mulai Tergoda Menulis"